Prospek Beternak Lele, Donny Kembangkan Budidaya Lele di Tiakar

Kunjungan Lurah Tiakar Ari Ashadi saat meninjau Budidaya Lele Milik Donny (9/5/2023)

PAYAKUMBUH – Beternak Lele sepertinya sudah tidak asing lagi bagi warga masyarakat Kota Payakumbuh. Berbagai teknik dan metode budidaya ada di kota City of Randang ini. Mulai dari beternak secara konvensional dengan memanfaatkan kolam biasa sebagai wadah, sampai kepada pemanfaatan lahan sempit dengan menggunakan metode bioflok dengan menggunakan bahan khusus seperti terpal, rangka besi dan lain sebagainya.

Selain metode konvensional, metode-metode budi daya dengan memanfaatkan pekarangan sempit tentu memiliki teknik tertentu sehingga biaya produksi dapat ditekan dan seminimal mungkin resiko kematian bibit dan resiko gagal panen dapat dihindari.

Metode Bioflok adalah salah satu metode beternak lele yang banyak diminati oleh pembudidaya. Alasannya adalah disamping tidak memerlukan lahan yang besar, bioflok juga minim dengan penggunaan air. Selama proses pembesaran bibit, air tidak diganti sama sekali, melainkan dengan menggunakan teknik pengurai oleh bakteri untuk mengubah bahan residu ternak kembali menjadi pakan yang sehat bagi lele-lele tersebut.

Adalah Donny Bachtiar warga Kelurahan Parit Rantang, pemilik Apotik Dika Farma saat ini mencoba mengembangkan usaha beternak lele dengan memanfaatkan sirkulasi air di Kelurahan Tiakar.

Secara fisik, sepintas metode yang Doni kembangkan adalah sistim bioflok, namun sebenarnya apa yang dikembangkannya adalah dengan menggunakan  metode biasa. Bedanya adalah Dony memanfaatkan sirkulasi air yang digantinya secara periodik, sehingga lele-lele yang dibudidyakannya tidak keracunan sisa residu makanan pelet yang diberikan kepada lele.

“Sepintas memang seperti bioflok, tapi dengan banyaknya akses air yang bisa kita manfaatkan, maka lebih bagus kita menggunakan sirkulasi air. Harapan kita ikan-ikan yang kita budidayakan sehat-sehat dan berprotein tinggi,” ujar Donny.

Saat ini, Donny sudah memiliki 5 kolam terpal berbentuk lingkaran dengan diameter 5 m. Masing-masing kolam terpal tersebut dapat diisi dengan kapasitas 3.000 bibit. Bahkan, dari pengalaman peternak lainnya sebenarnya ukuran tersebut bisa di isi sampai 5.000 bibit.

Alasan Donny hanya 3.000 bibit untuk menghindari terjadinya penyortiran saat panen. Pengalamannya, apabila terlalu dipaksakan maka pertumbuhan lele tidak sehat dan tidak sama ukurannya. Akibatnya sistim kanibalisme akan berlangsung yang tentunya akan merugikan bagi para pembudidaya.

“Untuk sistim sirkulasi air ini kami juga baru menerapkannya. Tentunya pengalaman-pengalaman akan menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi kami dalam pengembangan budi daya ini,” kata Donny.

Selain itu, untuk saat ini, Donny juga memanfaatkan bibit lele dengan panjang 5 – 7 cm dan 7 – 9 cm. Gunanya, juga dalam rangka tidak ada penyortiran saat panen yang direncanakan selama 70 hari ini.

Untuk biaya awal, Donny mengaku pembuatan kolam terpal yang menyerupai bioflok ini 1 (satu) unitnya brkisar Rp. 3,5 jt s/d 5 jt diluar paralon dan mesin pompa.

“Untuk kolam terpasang siap dengan diameter 5 meter ini anggaran nya lebih kurang Rp. 5 jt. Tapi bagi yang bisa membuatnya sendiri bisa menghemat sampai Rp.3,5 jt. Untuk biaya paralon dan mesin pompa tentu biayanya relatif, tergantung panjang paralon dan mesin pompa yang digunakan,” ucap Donny.

Untuk kalkulasi bisnisnya, Donny memperkirakan dengan jumlah bibit diatas, per kolam nya akan dapat dipanen sebanyak 500 kg dengan kebutuhan pelet diperkirakan sebanyak 500 kg sampai panen. Artinya, dengan asumsi harga lele saat ini Rp. 18.000, maka potensi penjualan panen sebesar Rp. 9 Jt. Untuk ini, Donny hanya menggunakan makanan pelet dan tidak menggunakan pakan lain seperti sisa-sisa pemotongan ayam di pasar (perut ayam), bahkan bangkai-bangkai ayam yang di rebus.

“Apabila harga pelet Rp. 4.000 per kg nya, maka potensi keuntungan bagi pembudidaya tentu cukup lumayan dan sangat prospek di bisnis ini. Tapi itu baru asumsi dari Saya, mudah-mudahan tidak meleset, baik dari segi kebutuhan jumlah pakan maupun prediksi saat harga jual ketika panen tiba. Untuk rezki tentu yang diatas yang akan menentukan, tugas kita sebagai makhluknya tentu berusaha dan berikhtiar,” ujar Donny.

Terkait dengan prospek bisnis ini kedepan, Donny sangat optimis sekali. Rencana untuk membuat usaha ikan salai juga ada dalam pikiran laki-laki yang juga memiliki Cafe di sebelah Dika Farma dekat Rumah Sakit Umum Payakumbuh.

Mrenurutnya, dengan adanya pengembangan produk menjadi ikan salai dan dikemas dengan baik, tentu akan meningkatkan nilai ekonomis dari ikan lele tersebut. Selain itu, pada akhirnya tentu juga akan dapat menyerap tenaga kerja lokal nantinya.

“Do’a kan saja cita-cita ini bisa berhasil. Saat ini kita fokus ke budi daya dulu. Untuk pengembangan ikan salai seperti di daerah Lintau akan kita coba untuk jajaki nantinya,” tutup Donny. (*)

Exit mobile version