Polda Kepri Bongkar Jaringan Pornografi Anak Bawah Umur di Kota Batam

Ungkap kasus jaringan pornografi anak di bawah umur di Mapolda Kepri. (Photo: Istimewa)

Batam – Polda Kepri membongkar jaringan pornografi anak di bawah umur di Kota Batam. Tiga pelaku satu dewasa dan dua anak diamankan dalam kasus ini.

Dirreskrimum Polda Kepri, Kombes Arie Dharmanto, mengatakan ketiganya diamankan atas kasus tindak pidana pornografi yang disebarkan melalui aplikasi sosial media grup WhatsApp (WA).

Penangkapan terhadap pelaku dilakukan pada 27 Januari 2021. Saat itu, polisi menemukan fakta dan barang bukti terkait pornografi, serta pelanggaran kejahatan Undang Undang ITE.

“Adapun pengungkapan ini merupakan pengembangan dari kasus sebelumnya, yakni kasus fotografer pornografi terhadap anak di bawah umur berinisial RS,” jelas Arie di Mapolda Kepri, Senin (1/2).

Berawal dari pengembangan kasus tersebut, polisi mengendus adanya dugaan kejahatan lain, yaitu jaringan pornografi anak di bawah umur.

Arie menyebut dua tersangka yang sudah diamankan merupakan admin grup WA PAP TT. “Sedangkan satu tersangka dewasa inisial MP sebagai penyebar video dan foto-foto pornografi,” sambungnya.

Grup WA yang dikelola para tersangka ini dijelaskan memiliki sekitar 51 member, dan diperkirakan telah terbentuk kurang lebih selama dua tahun.

“Diduga membernya sebagian besar anak-anak yang berada di Kota Batam dengan konten video dan foto sebanyak 141,” kata Arie.

Konten berupa foto dan video yang disebar pelaku ke dalam grup WA tersebut tujuannya agar dapat diakses, serta diketahui oleh orang lain hingga anak di bawah umur.

Barang bukti yang diamanakan dalam kasus ini berupa 4 unit Handphone berbagai merek. Polisi menerapkan pasal 29, pasal 33 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.

Pelaku juga dikenakan pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

“Ancamannya hukuman penjara paling singkat 2 tahun, dan paling lama 12 tahun dengan denda paling banyak Rp7,5 miliar,” tambah Arie.

Arie mengatakan pihaknya akan terus mengembangkan kasus ini, dan tidak menutup kemungkinan akan ada lagi beberapa aplikasi grup, atau beberapa sarana media lain yang digunakan untuk menyebarkan konten pornografi.

Kejadian ini kata dia tentunya menjadi keprihatinan bersama di tengah kesibukan, dan masih memiliki kelengahan dalam mengawasi anak-anak yang asyik dengan dunia teknologi dan fasilitas yang didapati mereka.

“Sehingga di salah artikan untuk kegiatan yang merusak moral, ini menjadi perhatian kita bersama,” tegasnya. (ril)

Exit mobile version