Calon Relawan Pendukung Presiden 2024 Tolak Penundaan Pemilu

JAKARTA – Protes dan penolakan terhadap usulan Pemilu 2024 ditunda tak cuma datang dari partai politik, namun juga dari kelompok relawan pendukung calon presiden 2024. Seperti, Laskar Ganjar-Puan (LGP) yang menyebut usulan tersebut muncul karena partai tidak percaya diri mengikuti Pemilu.

“Usulan penundaan Pemilu muncul karena para politisi itu mungkin merasa parpol yang dipimpinnya terancam bakal tidak lolos Parliamentary Threshold empat persen ke Senayan,” ujar Ketua Dewan Pembina LGP, Mochtar Mohamad, dalam keterangannya, Jumat, 4 Maret 2022.

Parliamentary Threshold merupakan syarat minimal perolehan suara partai untuk diikutkan dalam penentuan kursi di DPR. Mochtar mengatakan penundaan pesta demokrasi berpotensi menimbulkan turbulensi, bahkan tsunami politik terhadap Pemilihan Presiden dan Pemilu Legislatif.

BACA JUGA: Kapolda Kepri Terima Kunjungan dan Silaturahmi Ketua Parpol

Usulan penundaan Pemilu 2024 sebelumnya datang dari Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, yang kemudian diikuti oleh Ketua Umum PAN, Zulkifli Hassan, dan Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto. Usulan mereka kemudian mendapat pertentangan dari PKS, Demokrat, NasDem, PPP, hingga PDI Perjuangan.

Menurut Mochtar, usulan muncul karena menurut survei SMRC yang dirilis pada 28 Februari 2022, menunjukkan elektabilitas ketiga ketua umum parpol cukup rendah. Seperti Airlangga Hartarto/Golkar meraih dukungan 0,6 persen, Muhaimin Iskandar/PKB 0,2 persen, dan Zulkifli Hasan/PAN tidak terbaca.

Ia menilai survei itu memberi pertanda bahwa ketiga ketua umum parpol tersebut sulit diterima rakyat, dan usulan penundaan Pemilu 2024 yang mereka kemukakan kemungkinan di internal partai masing-masing tidak dilakukan melalui mekanisme partai.

Mochtar juga menyatakan, melihat tren terakhir, ketiga parpol itu terancam bisa tidak lolos Parliamentary Threshold empat persen. Maka, ia menyarankan ada baiknya dilakukan fusi atau penggabungan ketiga parpol tersebut seperti yang terjadi tahun 1973.

Tak cuma Parpol dan kelompok relawan, mayoritas masyarakat juga tidak setuju dengan adanya penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden. Hal ini terungkap dalam hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang menunjukkan mayoritas masyarakat menolak usulan perpanjangan masa jabatan presiden hingga 2027 dengan alasan apapun.

“Menurut mayoritas warga, masa jabatan Presiden Joko Widodo harus berakhir pada 2024 sesuai konstitusi,” ujar Direktur LSI, Djayadi Hanan, Kamis, 3 Maret 2022.

Djayadi merinci, sekitar 68-71 persen warga yang menolak perpanjangan masa jabatan presiden, baik karena alasan pandemi, pemulihan ekonomi akibat pandemi, atau pembangunan Ibu Kota Negara baru.

“Mayoritas warga juga lebih setuju bahwa pergantian kepemimpinan nasional melalui Pemilu 2024 harus tetap diselenggarakan meski masih dalam kondisi pandemi (64 persen), ketimbang harus ditunda karena alasan pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi (26,9 persen),” ujar Djayadi.

Survei LSI ini digelar pada 25 Februari-1 Maret 2022. Survei dilakukan menggunakan kontak telepon. Jumlah sampel yang berhasil diwawancarai dalam durasi survei yaitu sebanyak 1.197 responden. Dengan asumsi metode simple random sampling, ukuran sampel basis sebanyak 1.197 responden memiliki margin of error 2,89 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Sampel berasal dari seluruh provinsi yang terdistribusi secara proporsional. Survei ini mewakili 71 persen dari populasi pemilih nasional.(tempo)